Sikap Tabe’, Cara Orang Bugis Menghormati Orang Lain


Aku beruntung dibesarkan oleh orang tua yang sangat menjunjung tinggi norma-norma kesopanan. Dari kecil aku sudah dibiasakan dan diajarkan banyak hal tentang norma kesopanan. Salah satunya sikap menghormati dan menghargai orang lain yang disebut sikap tabe’. Sekilas kedengarannya memang sepele, namun hal ini sangat penting dalam tata krama masyarakat di daerahku Sulawesi Selatan tepatnya Suku Bugis sepertiku. Sikap tabe’ begitu terekam jelas di memori ingatanku mulai dari pelafalan, kapan diucapkan dan bagaimana bersikap.

Berbicara mengenai sikap tabe', aku jadi ingat masa kecilku beberapa tahun silam saat usiaku sekitaran anak sekolah dasar. Saat itu terdengar suara teman-temanku dari depan rumah mereka berteriak saut-sautan memanggil namaku. Aku sontak berlari keluar kegirangan layaknya anak-anak pada umumnya yang ingin bermain. Ketika berada diruang tamu langkahku terhenti, kebetulan saat itu teman ayah dan ibu di sekolahnya mengajar datang bertamu. Mereka terlihat sedang asyik berbincang. Saat aku lanjut berjalan tepat di tengah-tengah mereka, ayah dan ibu aku menegur. “Tabe’ dulu dong kalau mau lewat di depan orang tua”. Aku pun menurut, aku berjalan mundur beberapa langkah dan mencoba lewat kembali ditengah-tengah mereka, aku mengucapkan tabe’ lalu menundukkan badan sambil meluruskan tangan di samping lutut. Teman Ayah dan Ibu pun melempar senyum melihat sikapku, “wah anak pintar!” Pujinya.

Berlanjut saat kuliah di Bandung, kebiasaan itu masih aku bawa. Di sini aku memaknai sikap tabe' dalam konteks yang berbeda namun artinya tetap sama saling menghargai. Misalnya saat aku berkumpul dengan komunitas Sulawesi Selatan dalam sebuah forum di kampus. Kata tabe' diucap sebagai isyarat ingin mengutarakan sebuah pendapat. Sambil mengangkat tangan kemudian berucap tabe' kanda/daeng (panggilan orang yang lebih dituakan dalam bahasa Bugis-Makassar) dan ketika dipersilahkan baru aku memulai berbicara. Hal yang sama dilakukan oleh semua anggota forum. Ini membuat aku sadar bahwa sikap tabe' adalah kearifan lokal yang sudah menjadi budaya kami di Sulawesi Selatan khususnya orang Bugis. Buktinya cara mereka bersikap sama denganku mungkin sedari kecil juga sudah dibiasakan dan diajarkan oleh orangtuanya. Lebih jauh dari itu, di tanah perantauan bagiku kata tabe' menjadi sebuah pengingat rasa karena ketika aku mendengar kata itu terucap dari orang lain yang tidak sengaja aku temui di jalan dapat memunculkan rasa keakraban meskipun kami sebelumnya belum pernah bertemu.

Menguliti lebih dalam, sikap tabe’ itu serupa dengan sikap mohon ijin atau mohon permisi ketika hendak melewati orang-orang yang sedang duduk berjajar terutama bila yang dilewati adalah orang-orang yang usianya lebih tua ataupun dituakan. Layaknya kata excuse me dalam bahasa Inggris atau kata punten dalam bahasa Sunda. Sikap tabe' bukan sekedar gerakan simbolik, tidak hanya membungkukkan badan dan meluruskan satu sisi tangan kebawah tapi tabe' adalah kesadaran tentang manusia dan kemanusiaan bahwa semua berhak untuk dihargai dan dihormati. Tapi semakin kesini sikap ini sudah mulai ditinggalkan dan dianggap kuno terutama oleh anak-anak muda. Ini mungkin dipengaruhi oleh pergeseran ke arah pergaulan modern. Untuk itu aku berjanji pada diriku sendiri dimanapun aku berada budaya ini akan selalu aku bawa dan akan kuajarkan pada anak-anakku nanti.

Demikianlah kearifan lokal yang ada di daerahku Sulawesi Selatan tepatnya Suku Bugis bahwa dengan sikap tabe’ cara kami menghargai orang lain.

Share on Google Plus

0 komentar:

Posting Komentar